Dusun Kebon Kuto, Sukodadi – Wagir kembali semarak oleh kolaborasi budaya spektakuler yang mempertemukan kekuatan tradisi dan seni pertunjukan dalam acara “Gebyak Seni Pencak Silat dan Bantengan”. Kegiatan ini berlangsung meriah di Dusun Kebon Kuto, Desa Sukodadi, Kecamatan Wagir, dengan menampilkan kolaborasi antara Kumbang Hitam, Satrio Joyo Sari Bantengan Macan Putih, serta Banteng Pethak Putro Sejati.
Pelestarian Budaya yang Menyatukan Generasi
Acara ini tidak sekadar menjadi tontonan, melainkan bentuk nyata dari pelestarian warisan budaya leluhur. Pencak silat yang ditampilkan oleh perguruan Kumbang Hitam menjadi pembuka pertunjukan. Dengan penuh semangat dan kedisiplinan tinggi, para pesilat dari berbagai usia menampilkan jurus-jurus tradisional yang memukau penonton.
Kehadiran pencak silat dalam kegiatan ini mengingatkan masyarakat pada nilai-nilai luhur seperti kesopanan, keberanian, serta semangat persaudaraan. “Kami ingin anak-anak muda kembali mencintai budaya asli kita,” ujar sesepuh sekaligus pelatih Kumbang Hitam.
Bantengan: Simbol Perlawanan dan Kekuatan Alam
Usai penampilan pencak silat, pentas dilanjutkan dengan atraksi bantengan dari tiga kelompok berbeda yang berkolaborasi: Bantengan Kumbang Hitam, Satrio Joyo Sari Bantengan Macan Putih, dan Banteng Pethak Putro Sejati.
Ketiga kelompok tersebut menampilkan rangkaian tari bantengan dengan koreografi dinamis dan penuh makna. Gerak-gerik banteng menggambarkan semangat perlawanan terhadap penjajahan dan sekaligus melambangkan kekuatan alam. Tak hanya itu, bantengan juga diselingi dengan iringan musik gamelan yang ditabuh dengan irama khas, menggema ke seluruh penjuru dusun.
Salah satu atraksi yang paling menyita perhatian adalah ketika ketiga kelompok bantengan bergantian ‘masuk’ ke tengah arena dan menampilkan kolaborasi gerakan yang belum pernah dilihat sebelumnya. Perpaduan warna hitam pekat dari Kumbang Hitam, putih mencolok dari Macan Putih, serta kombinasi pethak dari Putro Sejati memberikan kontras visual yang mencolok namun harmonis.
Disambut Meriah oleh Warga dan Pejabat Lokal
Warga Dusun Kebon Kuto menyambut kegiatan ini dengan antusias tinggi. Sejak sore hari, masyarakat telah memadati area pertunjukan yang digelar di lapangan terbuka di tengah dusun. Anak-anak tampak riang, sementara para orang tua ikut larut dalam nostalgia masa kecil yang penuh dengan cerita tentang bantengan dan pencak silat.
Hadir pula Serda Sugeng Ribawanto yang memberikan apresiasi atas terselenggara kesenian ini, beliau menyampaikan bahwa kegiatan ini sangat positif untuk mempererat persaudaraan antarwarga dan memperkuat identitas budaya lokal.
“Kami bangga bisa melihat generasi muda tampil dengan semangat dan percaya diri. Ini bukti bahwa budaya bukan sekadar warisan, tapi juga jati diri kita,” ujarnya beliau.
Kolaborasi Antar Komunitas Budaya
Salah satu aspek menarik dari kegiatan ini adalah adanya kolaborasi lintas komunitas budaya yang berbeda, namun memiliki akar tradisi yang sama. Kumbang Hitam yang dikenal dengan kekuatan pencak silatnya berbaur dengan Satrio Joyo Sari dan Putro Sejati, dua kelompok bantengan yang memiliki gaya pertunjukan unik masing-masing.
Persiapan kolaborasi ini dengan latihan rutin yang dilakukan di masing-masing markas. Namun, hasilnya membayar seluruh kerja keras tersebut. Pertunjukan berlangsung lancar, harmonis, dan mampu menyampaikan pesan kebersamaan di tengah keberagaman.
“Awalnya sempat ragu bisa menyatukan gaya bantengan yang berbeda. Tapi karena semangat gotong royong, semuanya bisa bersatu. Ini contoh yang bagus untuk generasi sekarang,” kata salah satu tim koordinator dari Bantengan Macan Putih.
Harapan untuk Masa Depan: Tradisi yang Terus Menyala
Dengan berakhirnya acara tersebut , masyarakat tampak masih enggan beranjak dari tempat. Banyak yang berharap agar kegiatan semacam ini bisa menjadi agenda tahunan, bahkan dikembangkan menjadi daya tarik wisata budaya bagi Kecamatan Wagir dan Kabupaten Malang secara umum.
Ketua panitia kesenian ini berharap melalui kegiatan ini, nilai-nilai luhur dalam seni pencak silat dan bantengan dapat terus hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi muda. Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan mampu memperkuat jalinan antar-komunitas budaya dan masyarakat desa secara luas.
“Ini bukan sekadar hiburan, tapi juga pelajaran tentang bagaimana kita menjaga warisan dan menghidupkan kembali rasa cinta pada budaya sendiri,” ujar beliau.
Tags
Kesenian